Jakarta, BBC Nusantara – Tender kalibrasi alat kesehatan di Rumah Sakit (RS) Gunung Jati Cirebon diduga melanggar Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), karena mencantumkan merk tertentu dalam persyaratan teknis tender, termasuk mengharuskan peserta tender menyetorkan sejumlah uang ke rekening kas RS Gunung Jati Cirebon.
Dalam dokumen persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan penyedia jasa kalibrasi, panitia lelang kalibrasi alkes RSD Gunung Jati Kota Cirebon juga mencantumkan persyaratan yang kurang semestinya, yaitu harus memiliki keahlian fisikawan medik yang tidak ada kaitannya dengan pengkalibrassian alkes.
“Tidak perlu ahli fisikawan medis untuk pekerjaan kalibrasi alkes. Perusahaan kalibrasi alkes hanya perlu tenaga elektromedis yang memiliki sertifikat dari Bapeten sebagai pelaksana kalibrasi alat radiologi,” kata pengamat kebijakan publik Nunit Pujiwati, ketik dihubungi Minggu (29/12).
Hal sama dikemukakan pengamat kalibrasi, Hanafi, MT. Menurutnya, untuk pelaksanaan kalibrasi alkes, sesuai pasal 24 Permenkes No. 54/ 2015, tidak ada persyaratan harus memiliki fisikawan medik, karena persyaratan yang dibutuhkan adalah S1 Fisika, S1 Teknik Elektro, S1 Keknik Biomedika, S1 Teknik Fisika, atau D IV Teknik Elektromedik.
Nunit dan Hanafi juga menyoroti pencantuman aplikasi software sistem pemeliharaan alkes merk Trilux yang dipersyaratkan panitia lelang di RS Gunung Jati, sehingga membuat sistem pelelangan tidak transparan, tidak adil dan membuat banyak peserta lelang tidak bisa ikut berkompetisi secara sehat.
Penyebutan merk tertentu dalam persyaratan teknis bagi calon penyedia jasa kalibrasi alkes, menurut Nunit Pujiwati, dapat menguntungkan pihak tertentu dan sebaliknya merugikan banyak calon peserta tender.
“Saya sudah membaca dokumen Aanwijzing Kalibrasi panitia lelang RSD Gunung Jati. Ada penyebutan merk Trilux untuk aplikasi software sistem manajemen pemeliharaan alkes, dan ini bertentangan dengan tujuan pelelangan yang harus transparan, berkeadilan, dan setara bagi seluruh peserta lelang,” kata Nunit Pujiwati yang berpengalaman dalam melaksanakan proses lelang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Ia juga menyoroti kewajiban pemenang tender kalibrasi alkes di RSD Gunung Jati Cirebon yang harus mentransfer dana hibah tak terikat sebesar Rp 125 juta ke rekening RSD Gunung Jati sebelum penandatanganan kontrak.
“Transfer dana hibah menurut saya belum ada aturannya, apalagi menyetorkan di awal, bisa dikatakan sebagai syarat dilakukannya penandatanganan perjanjian kontrak. Bagi pelaku usaha, ini harus disikapi sangat hati-hati, karena bisa saja menjadi celah masuk bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan,” katanya.
Kajian pengamat kebijakan
Ahli dan pengamat kebijakan publik Dr. Bonatua Silalahi, dalam kajiannya menjelaskan, pencantuman merk tertentu dalam spesifikasi teknis atau kerangka acuan kerja (KAK) proses pelelangan barang dan jasa pemerintah, diyakini dapat menghambat pelaku usaha lain untuk ikut serta dan mengakibatkan terjadinya persaingan tidak sehat.
“Dalam pelaksanaan tender barang dan jasa pemerintah tidak boleh mengarah kepada pelaku usaha tertentu,” katanya.
Menurut Doktor dan Magister Kebijakan Publik yang juga Konsultan Ahli Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah itu, Peraturan KPPU Nomor 02/2010 dengan tegas menyatakan, persyaratan teknis dan KAK pelelangan tidak mengarah kepada pelaku usaha tertentu sehingga menghambat pelaku usaha lain untuk ikut.
Ia menambahkan, Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) No. 12/ 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui penyedia menyebutkan bahwa Spesifikasi teknis/KAK harus didefinisikan dengan jelas dan tidak mengarah kepada produk atau merek tertentu.
“Ada larangan bahwa suatu) merk ‘tidak mengarah kepada pelaku usaha tertentu sehingga menghambat pelaku usaha lain untuk ikut’,” katanya.
Bahkan ia menyebut Peraturan KPPU No. 2/2010 Tentang Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender. Juga UU Nomor 05/ 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang kemudian diubah dengan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja Pasal 118 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha.
Dr Bonatuai Silalahi menyarankan bagi siapa saja yang mengetahui adanya dugaan pelanggaran itu untuk melaporkan kepada KPPU.
Tidak fair
Pengamat kalibrasi, Hanafi, MT menilai, penyebutan merk Trilux dalam persyaratan teknis software CMMS yang harus dipenuhi peserta tender di RSD Gunung Jati Cirebon dapat menimbulkan dugaan dan preseden buruk, termasuk dugaan menguntungkan pihak lain.
“Penyebutan merk Trilux dalam persyaratan aplikasi software CMMS untuk peserta lelang kalibrasi alkes, selain membuat banyak peserta lelang tidak bisa ikut serta, juga berpotensi memasarkan produk secara tidak fair alias terselubung,” katanya.
Menurutnya, dibutuhkan kajian apakah hanya aplikasi Trilux yang bisa digunakan. Dikemukakan, untuk keperluan manajemen pemeliharaan alkes, ada banyak aplikasi yang bisa digunakan. “Penyebutan merk tertentu juga membatasi perusahaan penyedia kalibrasi untuk melakukan invovasi dalam menajemen pemeliharaan alkes,” kata Hanafi.
Temuan penegak hukum
Sementara itu dua pengusaha jasa kalibrasi alkes di Jakarta menyatakan pihaknya terpaksa tidak bisa mengikuti dan memenuhi persyaratan teknis yang diwajibkan panitia tender uji kalibrasi di RSD Gunung Jati Cirebon, semata-mata karena khawatir melanggar peraturan KPPU, termasuk kewajiban menyetor dana hibah tak terikat kepada instansi pemerintah.
“Saya tidak bersedia menandatangani kewajiban untuk menyediakan aplikasi software manajemen pemeliharaan alkes atau CMMS merk Trilux senilai Rp250 juta, karena menurut saya, itu melanggar peraturan dan diduga menguntungkan pihak tertentu,” kata direktur perusahaan kalibrasi di Jakarta yang tidak bersedia disebutkan namanya.
Menurutnya, bisa saja ia melaporkan secara tertulis kepada pihak KPPU, karena dari beberapa dokumen yang ada, indikasi pelanggaran terhadap peraturan KPPU cukup jelas. “Saya masih akan memikirkannya lebih dahulu, apakah perlu melaporkan ke KPPU. Saya khawatir juga laporan saya akan berakibat buruk bagi perusahaan saya,” katanya.
Seorang pengusaha kalibrasi lain mengatakan, pihak panitia tender KSO penyedia kalibrasi alkes RSD Gunung Jati juga mewajibkan peserta tender penyedia jasa kalibrasi untuk menendatangani komitmen menyetorkan dana sebesar Rp125 juta ke rekening RSD Gunung Jati saat penandatanganan kontrak pekerjaan.
“Menyerahkan dana dalam bentuk apa pun kepada instansi pemerintah, apalagi diketahui ini terkait dengan adanya pelelangan pekerjaan, bisa saja menjadi temuan awal dan perhatian penegak hukum. Ini benar-benar membuat saya takut, sehingga lebih baik perusahaan saya tidak ikut,” katanya. (bbcn/sup)