Jakarta, BBC Nusantara – Direktur PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) Neil R Tobing menjelaskan perihal langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap seluruh karyawan divisi produksi perusahaan PT Cakrawala Andalas Televisi Tbk atau ANTV. MDIA adalah perusahaan yang menjalankan bisnis televisi swasta ANTV.
PHK massal yang dilakukan, katanya, untuk mengurangi biaya pengeluaran perusahaan agar tetap bertahan di industri siaran televisi.
Menurutnya, biaya karyawan merupakan anggaran pengeluaran perusahaan yang bersifat tetap, sehingga PHK merupakan pilihan agar mengurangi pengeluaran perusahaan
“Satu-satunya cara untuk survive adalah bagaimana kita melakukan efisiensi operasional. Efisiensi operasional salah satunya adalah bagaimana kita mengurangi fixed cost. Fixed cost, saya nggak enak ngomongnya, tuh biaya karyawan,” kata Neil saat ditemui usai acara Public Expose di Bakrie Tower, Senin (23/12/2024), sebagaimana diberitakan bloomberg Technoz.
Penurunan pemasukan perusahaan juga merupakan salah satu yang jadi penyebab ANTV memutuskan untuk memberhentikan seluruh karyawan divisi produksi.
Neil juga mengkonfirmasi memang ada penurunan minat masyarakat terhadap siaran TV yang diamanatinya terjadi dalam lima tahun terakhir.
Turunnya minat masyarakat terhadap industri pertelevisian mulai terjadi pada tahun 2019, ketika dunia dilanda pandemi Covid-19, serta penerapan analog switch-off (ASO)-proses peralihan siaran TV analog ke TV digital oleh pemerintah.
“Sejak itu [2019] dengan adanya Covid-19 juga kemudian dilanjutkan oleh ASO memang belum terjadi rebound” kata dia.
Sementara itu Direktur PT Intermedia Capital Tbk (MDIA) Arhya Winastu Satyagraha juga mengkonfirmasi bahwa terdapat dampak yang diterima oleh perusahaan dari penerapan ASO yang dilakukan oleh pemerintah.
MDIA adalah perusahaan yang menjalankan bisnis televisi swasta ANTV.
“ASO itu memiliki performance yang cukup terdampak dari ASO ini. Karena ada beberapa kendala seperti penurunan penetrasi di awal-awal,” kata Arhya.
Strategi Efisiensi
Arhya menambahkan bahwa langkah PHK diambil sebagai bagian dari strategi efisiensi akibat perubahan model bisnis perusahaan.
“
Dulu banyak konten kami diproduksi sendiri sehingga membutuhkan tim produksi besar. Namun, mayoritas konten ANTV sekarang merupakan program akuisisi baik lokal maupun asing, sehingga efisiensi diperlukan untuk menekan biaya produksi,” katanya dalam Public Expose MDIA di Jakarta, Senin (23/12/2024).
Selain itu, MDIA sedang beradaptasi dengan transformasi industri media ke arah digital. Perusahaan menilai fleksibilitas tenaga kerja menjadi kunci dalam menghadapi tantangan di era digitalisasi.
Meski demikian, Arhya mengakui bahwa keputusan ini tidak mudah dan dampak dari perubahan model bisnis membuat MDIA belum bisa mengembalikan masa kejayaan ANTV.
“Kami akan terus mengevaluasi strategi agar tetap bertahan di tengah persaingan yang semakin berat,” tambahnya.
Kabar PHK di ANTV terungkap setelah seorang karyawannya yang menggunakan akun TikTok @bapaknyabify mencurahkan curahan hatinya terkait PHP terhadap seluruh karyawan divisi produksi pada 18 Desember 2024.
Dalam unggahannya, @bapaknyabify menjelaskan bahwa pihak Human Capital Development (HCD) mengumpulkan karyawan untuk memberikan informasi ini.
“Kami dikumpulkan oleh HCD untuk mendengar kabar tidak menyenangkan. Di mana seluruh divisi produksi di-PHK,” tuturnya.
Meski begitu, ia mengakui bahwa kenyataan pahit ini harus ia terima. “Siap? Jelas, tidak. Tapi kenyataan ini harus kami terima,” tambahnya.
Ia beserta rekan kerjanya juga menyampaikan ungkapan emosional tentang berakhirnya perjalanan mereka di ANTV.
“Tempat kami menggantungkan harapan ternyata harus berakhir sampai di sini. Ada yang sedih, ada juga yang mencoba semangat walaupun hati berduka,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, ia menyampaikan rasa terima kasih dan berpamitan. “Terima kasih ANTV, kami pamit,” pungkasnya.
Penyebab PHK Massal
Sementara itu mengutip sumber Tempo, ANTV yang merupakan bagian dari PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) memiliki total utang Rp8,79 triliun kepada 12 kreditur. Menurut laporan keuangan terakhir per 30 September 2023, pendapatan perusahaan milik Aburizal Bakrie ini turun drastis menjadi Rp906 miliar dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,32 triliun
Beban usaha yang lebih tinggi, mencapai Rp1,14 triliun, memperparah kondisi keuangan perusahaan. Akibatnya, VIVA mencatat kerugian sebesar Rp239 miliar pada kuartal III 2024.
Krisis ini juga tercermin di pasar modal. Saham VIVA sudah tidak diperdagangkan sejak Juli 2024 akibat pelanggaran regulasi. Termasuk gagal menyampaikan laporan keuangan audit untuk tahun 2023.
Belum diketahui jumlah karyawan yang terkena PHK, namun berdasarkan informasi jumlahnya ratusan, terutama dari divisi produksi dan divisi pendukung lain. (ys_soel)