Jakarta, BBC Nusantara – Menteri Kesehatan (Menkes) membeberkan tiga langkah konkret yang akan diambil oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan obat yang masih menjadi tantangan besar bagi sistem kesehatan di Indonesia.
Hal tersebut disampaikannya pada acara International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Stakeholders Forum 2024 di Jakarta. Langkah pertama, kata Menkes Budi adalah memastikan ketersediaan obat.
“Belajar dari pandemi COVID-19, Indonesia mengalami kesulitan untuk mendapatkan obat dan alat kesehatan, terutama Bahan Medis Habis Pakai (BMHP),” kata Menkes Budi dalam keterangan Senin (16/12/2024).
Untuk memastikan ketersediaan, pemerintah mendorong agar obat dan alat kesehatan dapat diproduksi di dalam negeri. Selain memperkuat perekonomian, juga untuk memperkuat sektor kesehatan dalam menghadapi pandemi selanjutnya.
Menkes Budi mengatakan pihaknya telah sukses melakukan fraksionasi plasma darah dan diharapkan mulai 2026 akan mulai produksi Albumin di Indonesia. Itulah mengapa, kata Menkes Budi, memastikan ketersediaan sangat penting untuk melindungi masyarakat dari pandemi selanjutnya.
Langkah kedua, akses obat inovatif. Selain ketersediaan, peningkatan akses terhadap obat inovatif juga menjadi salah satu prioritas pemerintah.
Menkes Budi menegaskan bahwa saat ini Indonesia telah menginisiasi Health Technology Assessment (HTA) Satu Pintu Satu Standar dan mengakomodir stakeholder-led submission yang memungkinkan para stakeholder untuk melakukan kajian HTA mandiri kemudian hasilnya diusulkan untuk dinilai lebih lanjut oleh Komite Penilaian Teknologi Kesehatan.
Selain itu, pemerintah juga terus berupaya untuk efisiensi dan melakukan percepatan proses persetujuan uji klinik dan registrasi obat.
“Akses obat kita masih rendah. Pastikan kita harus menyederhanakan proses perizinan uji klinik dan registrasi obat, jangan terlalu lama, jangan terlalu birokratis,” kata Menkes Budi.
Langkah ketiga, harga obat harus terjangkau. Saat ini, harga obat di Indonesia sangat mahal dibandingkan harga di Singapura dan Malaysia. Ia menyebut perbedaan harga obat mencapai 1,5 sampai 5 kali lipat lebih tinggi di Indonesia dibandingkan dengan harga di Malaysia.
Menkes Budi mengatakan hal ini menjadi penghalang utama bagi masyarakat untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
“Pajak bukan isu utama dari tingginya harga obat, tapi biaya marketing dan distribusi yang mahal. Untuk mengatasinya, pemerintah akan membuat sistem yang lebih baik guna mengatasi persoalan ini,” kata Menkes Budi.
Lanjutnya, kolaborasi antara pemerintah, industri farmasi, penyedia layanan kesehatan, dan tenaga kesehatan akan terus diperkuat untuk mencapai tiga tujuan utama ini.
“Kami membutuhkan dukungan semua pihak. Tujuan kami jelas, yakni bisa memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan biaya yang terjangkau untuk masyarakat, terutama dalam hal ketersediaan obat-obatan,” kata Menteri Budi.
Dengan adanya upaya yang terus menerus dari semua pihak dalam memastikan akses, kualitas, dan biaya yang terjangkau, ia berharap dapat menciptakan sistem kesehatan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Sementara itu Ketua IPMG Ait-Allah Mejri mengatakan, pihaknya akan terus mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan sistem kesehatannya, terutama dalam menyukseskan transformasi kesehatan pilar ketiga yakni ketahanan sistem kesehatan melalui penguatan manufaktur lokal.
Komitmen tersebut diwujudkan dengan meluncurkan lima pilar Manifesto IPMG, yakni pembentukan Tim Kerja “Strategi Nasional untuk Obat dan Vaksin Inovatif”, Peninjauan Kriteria Pengadaan Obat dan Vaksin yang Lebih Efektif secara Biaya.
Kemudian Percepatan Penilaian Teknologi Kesehatan (HTA), Penguatan Kerangka Regulasi (BPOM), dan Prioritisasi Pembiayaan Kesehatan yang Berkelanjutan (More Money for Health, More Health for Money).
“Manifesto IPMG merupakan visi bersama dalam memperkuat upaya pemerintah untuk strategi farmasi nasional, utamanya dalam mengedepankan inovasi dan memastikan akses bagi seluruh pasien di Indonesia,” kata Ait-Allah.
Manifesto diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan Asia-Pasifik, memperkuat infrastruktur kesehatan, dan menciptakan sistem kesehatan yang transparan, efisien, dan berkelanjutan. (kemkes/ys_soel)