Surabaya, BBC Nusantara – Program Jatim Zero Pasung yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur melalui Dinas Sosial (Dinsos) sejak tahun 2014 telah menunjukkan hasil yang signifikan.
Dalam sepuluh tahun terakhir, konsistensi Dinsos Jatim menjadi kunci keberhasilan program ini. Sebanyak 1.594 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) berhasil dibebaskan dari belenggu pasung.
Program ini menjadi bukti nyata peran vital Dinsos Jatim dalam mengatasi tantangan kesehatan jiwa sekaligus memulihkan hak asasi para ODGJ. Pada 2024, sebanyak 33 korban pasung dari tiga daerah, yaitu Kabupaten Blitar (8 orang), Tulungagung (19 orang), dan Kota Kediri (6 orang), berhasil dibebaskan.
Sedangkan pada tahun 2023, lima korban pasung di Kabupaten Gresik juga mendapatkan kebebasan melalui pendekatan komprehensif yang mencakup pendampingan intensif serta edukasi keluarga.
Pendekatan Komprehensif
Strategi yang dilakukan dalam program ini melibatkan rehabilitasi medis dengan melibatkan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur dan RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
Selain itu, rehabilitasi sosial juga dilakukan melalui panti milik Dinsos Jatim, seperti Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Bina Laras (UPT RSBL) Kediri, UPT RSBL Pasuruan, dan Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PRS PMKS) Sidoarjo, guna memberikan perawatan lanjutan bagi korban pasung.
Program ini juga melibatkan rehabilitasi sosial berbasis masyarakat dengan mengadakan kegiatan family gathering untuk keluarga korban, mempererat ikatan serta mendukung proses pemulihan.
Sebanyak 120 pilar kesejahteraan sosial (kessos) yang tersebar di 33 kabupaten/kota juga dilibatkan untuk memastikan setiap korban pasung mendapatkan perhatian serta bimbingan yang diperlukan untuk reintegrasi sosial yang lebih baik.
Kendala yang Dihadapi
Menurut Kepala Dinsos Jatim, Dra. Restu Novi Widiani, MM, dalam keterangan, Rabu (15/1/2025), sepanjang pelaksanaan program, masih terdapat 622 korban yang dalam perawatan, baik di RSJ, posyandu jiwa, maupun di bawah pengawasan keluarga.
“Ada juga 330 korban pasung yang meninggal dunia, yang sebagian besar disebabkan oleh penyakit bawaan yang sebelumnya tidak diperhatikan secara mendalam oleh keluarga,” katanya.
Restu Novi juga mengungkapkan bahwa daerah dengan angka kasus pasung tertinggi di Jawa Timur adalah Kabupaten Sampang dengan 27 kasus dan Kabupaten Madiun dengan 24 kasus.
“Dua kabupaten ini menjadi perhatian serius kami karena angkanya masih cukup tinggi,” paparnya.
Namun, meskipun program ini telah berhasil membebaskan ribuan korban pasung, per Desember 2024, masih ada 253 korban pasung yang tersebar di 33 kabupaten/kota di Jawa Timur. Faktor kemiskinan, meneurutnya, menjadi salah satu tantangan utama, karena banyak keluarga yang kesulitan menyediakan perawatan yang layak untuk ODGJ.
“Minimnya pengetahuan keluarga mengenai kesehatan jiwa sering kali menyebabkan terjadinya pasung ulang, meskipun korban telah dibebaskan sebelumnya,” jelasnya.
Stigma negatif terhadap ODGJ juga menjadi penghalang besar, di mana banyak masyarakat yang menganggap ODGJ sebagai ancaman keamanan, sehingga mereka sering menolak program pembebasan dari Dinsos Jatim.
Solusi dan Harapan
Restu Novi Widiani juga menyoroti kenyataan di beberapa daerah masih kurangnya fasilitas kesehatan dan tidak tersedianya shelter khusus bagi penanganan ODGJ, yang menjadi hambatan dalam usaha pemulihan dan pembebasan korban pasung.
Oleh karena itu, pembebasan korban pasung dilakukan melalui pendekatan terintegrasi, melibatkan pendamping pasung, edukasi kepada keluarga korban, serta dukungan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama.
“Dengan pendekatan ini, kami berharap dapat mempercepat pencapaian tujuan utama program Zero Pasung, yaitu membebaskan ODGJ dari praktik tidak manusiawi dan memulihkan hak asasi mereka,” kata Restu Novi.
Menurut Kadinsos Jatim Restu Novi Widiani, program Jatim Zero Pasung tidak hanya bertujuan untuk membebaskan ODGJ dari pasung, tetapi juga untuk memulihkan harkat dan martabat mereka sebagai manusia yang seharusnya mendapatkan perawatan dan perhatian yang layak.
“Ini bukan hanya soal membebaskan ODGJ dari pasung, tetapi juga untuk memulihkan harkat dan martabat mereka sebagai manusia,” kata Restu Novi Widiani. (MC Jatim/infopublik/ys_soel)