Jakarta, BBC Nusantara – Bersamaan dengan pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), dan sejumlah konfederasi buruh lainnya, tentang UU Cipta Kerja, ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja berkumpul di area Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, di dekat Gedung MK.
Ribuan buruh itu berasal dari KSPSI AGN, dan Partai Buruh dan serikat pekerja lainnya.Para buruh melakukan demo damai sekaligus mengawal putusan MK yang dibacakan, Kamis (31/10), terkait putusan Judicial Review (JR) terhadap Undang-Undang Cipta Kerja oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Terpantau, massa aksi memulai kegiatan mereka pukul 10.00 WIB dengan orasi serta menyanyikan lagu-lagu perjuangan sebagai bentuk aspirasi dan tuntutan.
Said Iqbal Ketua Umum Partai Buruh, bersama dengan Andi Gani Nena Wea, Presiden KSPSI memimpin langsung aksi buruh. Said Iqbal menyampaikan bahwa aksi hari ini bertujuan memastikan MK memberikan keputusan yang berpihak kepada kaum buruh. Mereka menyoroti sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan para pekerja, antara lain:
1. Pasal Upah — Menuntut agar pasal terkait upah dicabut karena menurut mereka, daya beli masyarakat menurun, dengan indikasi deflasi dalam beberapa bulan terakhir. Said Iqbal menyoroti bahwa janji penciptaan lapangan kerja yang digaungkan melalui omnibus law belum terbukti, sementara banyak pekerja terkena PHK, termasuk di sektor tekstil.
2. Outsourcing — Para buruh meminta pencabutan pasal yang memungkinkan konsorsium tenaga kerja seumur hidup karena dinilai menjadikan negara sebagai agen outsourcing, yang dianggap bertentangan dengan semangat ekonomi Pancasila.
3. PHK yang Dipermudah — Buruh meminta pencabutan aturan PHK yang dinilai terlalu mudah dan tanpa kepastian. Pasal ini dianggap memberi ruang bagi perusahaan untuk mem-PHK karyawan dengan pemberitahuan yang minim.
4. Pesangon — Saat ini, pesangon dipangkas hingga 0,5 kali ketentuan sebelumnya. Buruh meminta agar aturan lama dikembalikan demi kepastian bagi mereka yang sudah lama bekerja.
5. PKWT (Karyawan Kontrak) — Peraturan terkait karyawan kontrak yang mengizinkan kontrak berulang tanpa batasan dianggap tidak berpihak pada pekerja. Buruh mendesak agar ada aturan yang melindungi hak-hak karyawan kontrak.
6. Hak Cuti — Menuntut adanya kepastian tentang hak cuti bagi pekerja perempuan yang kini dianggap terancam. UU Cipta Kerja dinilai tidak memberikan jaminan cuti haid dan cuti melahirkan dengan upah penuh.
7. Tenaga Kerja Asing — Mereka meminta pemerintah kembali pada UU Nomor 13 Tahun 2003, yang mensyaratkan izin kerja bagi pekerja asing di Indonesia, khususnya di sektor yang tidak membutuhkan keahlian khusus. (yss)
Jakarta, BBC Nusantara – Bersamaan dengan pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), dan sejumlah konfederasi buruh lainnya, tentang UU Cipta Kerja, ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja berkumpul di area Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, di dekat Gedung MK.
Ribuan buruh itu berasal dari KSPSI AGN, dan Partai Buruh dan serikat pekerja lainnya.Para buruh melakukan demo damai sekaligus mengawal putusan MK yang dibacakan, Kamis (31/10), terkait putusan Judicial Review (JR) terhadap Undang-Undang Cipta Kerja oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Terpantau, massa aksi memulai kegiatan mereka pukul 10.00 WIB dengan orasi serta menyanyikan lagu-lagu perjuangan sebagai bentuk aspirasi dan tuntutan.
Said Iqbal Ketua Umum Partai Buruh, bersama dengan Andi Gani Nena Wea, Presiden KSPSI memimpin langsung aksi buruh. Said Iqbal menyampaikan bahwa aksi hari ini bertujuan memastikan MK memberikan keputusan yang berpihak kepada kaum buruh. Mereka menyoroti sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan para pekerja, antara lain:
1. Pasal Upah — Menuntut agar pasal terkait upah dicabut karena menurut mereka, daya beli masyarakat menurun, dengan indikasi deflasi dalam beberapa bulan terakhir. Said Iqbal menyoroti bahwa janji penciptaan lapangan kerja yang digaungkan melalui omnibus law belum terbukti, sementara banyak pekerja terkena PHK, termasuk di sektor tekstil.
2. Outsourcing — Para buruh meminta pencabutan pasal yang memungkinkan konsorsium tenaga kerja seumur hidup karena dinilai menjadikan negara sebagai agen outsourcing, yang dianggap bertentangan dengan semangat ekonomi Pancasila.
3. PHK yang Dipermudah — Buruh meminta pencabutan aturan PHK yang dinilai terlalu mudah dan tanpa kepastian. Pasal ini dianggap memberi ruang bagi perusahaan untuk mem-PHK karyawan dengan pemberitahuan yang minim.
4. Pesangon — Saat ini, pesangon dipangkas hingga 0,5 kali ketentuan sebelumnya. Buruh meminta agar aturan lama dikembalikan demi kepastian bagi mereka yang sudah lama bekerja.
5. PKWT (Karyawan Kontrak) — Peraturan terkait karyawan kontrak yang mengizinkan kontrak berulang tanpa batasan dianggap tidak berpihak pada pekerja. Buruh mendesak agar ada aturan yang melindungi hak-hak karyawan kontrak.
6. Hak Cuti — Menuntut adanya kepastian tentang hak cuti bagi pekerja perempuan yang kini dianggap terancam. UU Cipta Kerja dinilai tidak memberikan jaminan cuti haid dan cuti melahirkan dengan upah penuh.
7. Tenaga Kerja Asing — Mereka meminta pemerintah kembali pada UU Nomor 13 Tahun 2003, yang mensyaratkan izin kerja bagi pekerja asing di Indonesia, khususnya di sektor yang tidak membutuhkan keahlian khusus. (yss)