Jakarta, BBC Nusantara – Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Hariyanto mengatakan anggota TNI pelaku penembakan bos rental mobil di ruas Tol Tangerang-Merak beberapa waktu lalu, tidak bisa diadili di peradilan sipil atau umum.
Hal itu diungkap Hariyanto untuk merespons desakan publik yang meminta agar prajurit TNI yang terlibat dalam tindak pidana umum, harus diproses melalui sistem peradilan umum.
“Terkait desakan publik agar anggota TNI yang melakukan tindak pidana harus diadili di peradilan sipil atau umum, tidak dapat dilaksanakan karena (terduga pelaku) militer aktif,” katanya kepada wartawan Kamis (9/1/2025).
Hariyanto menjelaskan, sesuai dengan Undang-undang 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, pada pasal 9 ayat 1 huruf a, menyebutkan bahwa pengadilan militer berwenang mengadili prajurit, yang pada saat melakukan tindak pidana adalah militer aktif.
“Dengan demikian terhadap permasalahan 3 prajurit TNI tersebut akan diadili di pengadilan militer karena ketiga prajurit TNI tersebut tunduk pada justisiabel pengadilan militer,” katanya.
Kemudian, Hariyanto menjelaskan soal regulasi pengunaan senjata api yang diatur oleh Mabes TNI dan Mabes di tiap matra, dan akan mengevaluasinya.
“Hanya dalam penggunaan senjata harus ditekankan bahwa pemegang senjata harus dilengkapi surat izin, yang berdasarkan jabatan dan tugas tanggung jawabnya dengan prosedur aturan bagi penggunaan senjata yang sudah dijelaskan kepada pemegang senjata tersebut,” tuturnya.
Pernyataan Imparsial
Sementara itu Lembaga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pengawas Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia, Imparsial memimta tidak ada perlindungan pada oknum anggota TNI AL pelaku penembakan bos rental mobil di Tol Merak-Tangerang.
Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, kepada wartawan, Rabu (8/1/2025) mengatakan, ada upaya perlindungan terhadap terduga anggota TNI AL dari pernyataan yang menyebut penembakan dilakukan para pelaku sebagai upaya membela diri atas pengeroyokan.
“Pernyataan tersebut bertentangan dengan pernyataan anak korban Agam Muhammad Nasrudin yang pada saat kejadian berada di lokasi kejadian dan melihat langsung kejadian tersebut,” kata Ardi Manto Adiputra.
Dalam kesaksiannya, kata dia, Agam menyampaikan tidak ada pengeroyokan dalam kejadian tersebut. Bahkan, kata Ardi, berdasarkan pengakuan anak korban, rombongan sang ayah sudah lebih dulu ditodong dan diancam akan ditembak dengan senjata api ketika hendak menghentikan mobil rental yang dibawa oleh komplotan pelaku.
“Jadi di sini jelas ada niat jahat dari si pelaku. Untuk itu, sebagai orang yang berniat jahat, penembakan yang dilakukan oknum TNI AL tersebut bukanlah bentuk pembelaan diri, melainkan upaya untuk bersama-sama meloloskan diri,” sambungnya.
“Imparsial selalu menyarankan agar prajurit TNI yang terlibat dalam tindak pidana umum harus diproses melalui sistem peradilan umum,” katanya.
Ia menambahkan, hal itu juga merupakan amanat UU TNI sendiri (Pasal 65 ayat (2)) dan juga TAP MPR No. VII tahun 2000 tentang peran TNI dan Polri sebagai aparat pertahanan dan keamanan negara. Meski sudah lebih dari 20 tahun lalu dimandatkan oleh UU TNI dan TAP MPR RI, namun hingga saat ini Pemerintah dan DPR RI enggan untuk melakukan revisi terhadap UU No. 31/ 1997 tentang Peradilan Militer.

Alur Penggelapan Mobil
Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, termasuk dari penjelasan Kapolda Banten Kapolda Banten Irjen Pol Suyudi Ario Seto, berikut alur penggelapan mobil milik bos rental korban penembakan yang terjadi pekan lalu.