BBC Nusantara.co.id, Kutai Timur – Kurangnya akses terhadap informasi lowongan kerja dan lemahnya pengawasan terhadap status kependudukan tenaga kerja di Kutai Timur kembali menjadi sorotan dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) Raperda RPJMD 2025–2030 bersama sejumlah kepala OPD.
Isu ini dinilai telah berlangsung terlalu lama dan berdampak langsung terhadap harapan generasi muda serta potensi pendapatan daerah.
Anggota DPRD Kutai Timur dari Fraksi Partai Demokrat yang juga merupakan anggota Pansus, Yusri Yusuf, menyampaikan bahwa di tengah geliat investasi dan pertumbuhan industri di Kutim, ternyata masih banyak warga — terutama lulusan sekolah dan perguruan tinggi — yang kesulitan mendapatkan informasi valid tentang lowongan kerja. Tidak adanya sistem informasi yang mudah diakses publik membuat banyak pencari kerja tidak tahu harus mencari ke mana.
“Ini bukan sekadar soal pekerjaan, tapi soal harapan. Banyak generasi muda kita ingin mandiri, tapi tidak tahu harus mulai dari mana,” ujar Yusri dalam forum tersebut.
Ia mendorong agar Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja membangun aplikasi atau sistem digital resmi yang memuat informasi lowongan kerja dari seluruh perusahaan yang beroperasi di wilayah Kutim, mulai dari sektor tambang, perkebunan, jasa, hingga UMKM. Platform ini diharapkan bisa menjadi jembatan antara pencari kerja lokal dan kebutuhan tenaga kerja perusahaan, sekaligus mendorong transparansi, pemerataan, dan efisiensi.
Masalah berikutnya yang disoroti Yusri adalah tingginya jumlah karyawan perusahaan di sektor perkebunan dan pertambangan yang tidak memiliki KTP Kutai Timur. Mereka bekerja dan tinggal di wilayah ini, namun tidak tercatat sebagai penduduk lokal.
Akibatnya, pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan perusahaan justru disetorkan ke daerah asal para pekerja. Bahkan sebagian pekerja diketahui belum memiliki NPWP, sehingga tidak terdata dalam sistem perpajakan.
“Kita rugi secara fiskal. Mereka kerja di sini, fasilitas kita pakai, tapi hasilnya masuk ke luar daerah. Ini harus segera dibenahi,” tegasnya.
Yusri menegaskan pentingnya penegakan Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Lokal, yang mewajibkan setiap tenaga kerja yang bekerja di Kutim untuk memiliki KTP Kutim. Menurutnya, regulasi ini bukan sekadar administratif, melainkan bagian dari strategi memperkuat basis fiskal dan perlindungan tenaga kerja daerah.
“Kita butuh keberanian pemerintah daerah untuk menegakkan aturan ini. Jangan hanya jadi dokumen. Harus ada sanksi tegas jika perusahaan tidak mematuhi,” tambahnya.
Langkah ini dianggap strategis untuk memperbaiki tata kelola ketenagakerjaan, meningkatkan kualitas tenaga kerja lokal, serta memaksimalkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak dan retribusi tenaga kerja.
Yusri berharap agar langkah-langkah konkrit segera diambil, mulai dari pendataan ulang tenaga kerja, pembangunan sistem informasi lowongan kerja berbasis digital, hingga penertiban kependudukan dan pajak pekerja non-lokal. Kutim memiliki potensi besar. Namun, tanpa sistem yang tertata, potensi tersebut bisa berubah menjadi beban. (*)